Di pagi buta, perempuan itu mematut bibirnya
di depan sebuah cermin kecil. Dalam sekejap bibirnya pun merah oleh olesan lipstik. Tak lupa kaus
kaki panjang yang mirip stocking menutupi kedua kaki dan tangannya serta
tak lupa melilitkan syal di lehernya.
Perempuan itu dan hampir seluruh perempuan dewasa di kawasan perkebunan teh Pangalengan, Bandung, Jawa Barat keluar rumah menembus kabut pagi.
Bibir merah, stocking, dan syal mereka bukan untuk memikat, tapi pelindung hawa dingin, karena mereka hingga tengah hari akan naik turun bukit, meliak-liuk di sela-sela pohon teh dengan keranjang membubung tinggi di punggung.
Hampir setiap hari para perempuan dengan beban 20 kilo itu harus turun naik bukit perkebunan teh menembus kabut dingin di kaki Gunung Papandayan dan Malabar, untuk memetik tunas teh.
Sementara di rumah pun mereka masih disibukkan dengan tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu anak-anak, sungguh hanya perempuan perkasalah yang bisa melakukan keduanya.
Perempuan Pemetik teh di Kaki Gunung - Potret Kehidupan